Minggu, 15 Januari 2012

BAPAK, TELADANKU DAN PEMIMPINKU

21 Tahun bapak menemani hidupku
bapak bukan hanya sekadar ayah bagiku
bapak tidak banyak cakap
tapi memberi banyak arti dalam hidupku
bapak selalu tegar
walaupun banyak masalah menghampirinya
itulah yang ingin kutiru dari seorang bapakku

pengorbanan bapak sangat besar untukku
akulah yang menjadi harapannya
bahkan sebelum bapak tiadapun
bapak masih memikirkan diriku

setelah bapak tiada
kini saatnya ku mengemban tugas ini
tugas untuk menyelesaikan harapan-harapan bapak
tugas untuk membahagiakan ibu
dan keluargaku

DOAKU UNTUK BAPAK

Selasa, 03 Mei 2011

Jembatan Bajulmati, (calon) Ikon Pariwisata Malang Selatan




Jembatan Bajulmati merupakan salah satu jembatan yang terletak pada ruas jalan Lintas Selatan tepatnya di Desa Sitiharjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Jembatan dengan panjang 90 meter terdiri dari 3 bentang ( 15 m + 60 m + 15 m ) dengan lebar 15 m. Bajulmati terletak di kabupaten Malang ini tepatnya pada jalur pantai selatan Jawa Timur ( 662 km). Pembangunan jembatan ini merupakan salah satu upaya Pemenrntah Pusat dalam upaya pengembangan wilayah, dengan membuka daerah terisolir melalui pembangunan prasarana jalan untuk menunjang peningkatan sektor sumber daya alam dan pariwisata yang ada di wilayah Jawa Timur yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.


Keberadaan jembatan ini sebagai salah satu upaya untuk mendongkrak potensi pariwisata pantai di Malang Raya, yang sangat kaya akan potensi pantai yang eksotik dan menarik. beberapa pantai di Malang yang masih alami dan belum banyak di kunjungi seperti Pantai Bajulmati, Pantai Goa Cina, pantai tamban, dan masih banyak yang lainnya merupakan daerah potensial Pariwisata di Malang yang belum tergarap. dengan adanya jembatan Bajulmati ini maka pantai-pantai yang lokasinya berada di Jalur Lintas Selatan ini bisa terhubung

Jembatan ini mempunyai struktur yang unik dibandingkan dengan jembatan konvensional karena strukturnya memiliki penyangga lengkung atau arch bridge dan mempunyai kabel penyangga. jembatan yang menghabiskan dana negara sebesar Rp. 36 miliyar ini diharapkan menjadi ikon pariwisata Malang Selatan setelah jalur lintas selatan sudah terhubung

Senin, 29 November 2010

PONDASI SARANG LABA-LABA

Pondasi merupakan bagian dari sistem rekayasa konstuksi yang berfungsi sebagai penerus beban yang ditopang oleh beratnya sendiri (bangunan) pada kedalaman tanah atau batuan yang terletak dibawahnya.Karena sifat dari tanah dan batuan itu hiterogen,maka sulit ditemukan dua pondasi bahkan  pada tapak konstruksi yang berdampingan akan bersifat sama.hal ini disebabkan pondasi sebagai pendukung beban mempunyai bidang antara (interfacing) terhadap tanah.
     Di dunia rancang bangun penurunan pondasi bisa dipastikan terjadi.Persoalanya bagaimana penurunan tersebut dapat diprediksi sejak awal,sehingga bangunan tidak terganggu.Masalah yang dihadapi perencana adalah menentukan sistem pondasi untuk bangunan bertingkat sedang antara 2 sampai 8 lantai,dan berdiri diatas tanah yang mempunyai daya dukung rendah.sisi lain persoalan biaya yang tinggi masalah tesendiri.karena kesalahan dalam perencanaan akan berdampak pada hasil kemudian hari.

PONDASI SARANG LABA-LABA

      Salah satu solusi alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut adalah ditemukan sistem pondasi sarang laba-laba.Sistem ini ditemukan oleh Ir Ryantori dan Ir Sutjipto tahun 1976 dengan hak paten no 7191,mulai diterapkan di proyek tahun 1978,sampai saat ini telah digunakan pada 1000 lebih bangunan.
     Pondasi sistem kontruksi sarang laba-laba merupakan pondasi bawah konvensional yang kokoh dan ekonomis,dimana sistem ini adalah kombinasi antara siatem pondasi plat beton pipih menerus dengan sistem perbaikan tanah,kombinasi ini berakibat adanya kerjasama timbal balik saling menguntungkan
      Sistem pondasi ini memiliki kekakuan(rigidity) jauh lebih tinggi/baik dan bersifat monolit bila dibandingkan dengan sistem pondasi dangkal lainnya.Karena plat konstruksi pada sarang laba-laba dapat bekerja dengan baik terhadap beban-beban vertikal kolom, bila ditinjau dari perbandingan penurunan dan pola keruntuhan.Rib juga berfungsi sebagai penyebar tegangan atau gaya yang bekerja pada kolom.dimana pasir,tanah sebagai pengisi dipadatkan dan berfungsi untuk menjepit rib-rib konstruksi terhadap lipatan dan puntir.Dengan memanfaatkan tanah hingga mampu berfungsi sebagai struktur dengan komposisi sekitar 85% tanah dan 15 %beton,maka sistem ini dari segi biaya lebih murah dari sistem pondasi lainnya.Oleh karena itu pondasi sistem konstruksi sarang laba-laba akan menjadi suatu sistem struktur bawah yang sangat kaku dan kokoh serta aman terhadap penurunan dan gempa.
      Sistem ini dalam pelaksanaannya memerlukan waktu relatif singkat serta tidak memerlukan keahlian tinggi dan pengembanganya dapat dilaksanakan dengan precast/pracetak.Fungsi konstruksi sarang laba-laba sangat cocok untuk pondasi bangunan bertingkat dua sampai sepuluh lantai,gedung kelas satu,container yard/terminal peti kemas,menara transmisi tegangan tinggi,menara/tugu,kolam renang,tangki-tangki minyak,jalan kelas satu,konstruksi landasan pesawat udara/runway,apron dan pondasi open storage.

sumber : DataPro 2004

Minggu, 14 November 2010

Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis serta dapat diterima maksudnya/arti serta tujuannya seperti yang di maksud penulis /pembicara. Kalimat efektif juga merupakan kalimat yang padat, singkat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan informasi secara tepat.
Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis.
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Berikut ini 13 Sebab Ketidakefektifan Kalimat :
1. Kalimat Berstruktur Kompak.
Setiap kalimat minimal terdiri atas unsur pokok dan sebutan (yang menerangkan pokok) atau unsur subjek dan predikat. Kalimat yang baik adalah kalimat yang menggunakan subjek dan predikat secara benar dan kompak. Kekurangkompakan dan ketidakjelasan subjek dapat terjadi jika digunakan kata depan di depan subjek. Misalnya penggunaan dalam, untuk, bagi, di, pada, sebagai, tentang, dan, karena sebelum subjek kalimat tersebut.
Contoh kalimat tidak efektif:
Bagi semua siswa harus memahami uraian berikut ini.
Dalam pembahasan ini menyajikan contoh nyata.
Sebagai contoh dari uraian di atas adalah perkalian di bawah ini.
Kalimat di atas menjadi tidak efektif karena unsurnya tidak lengkap.
2. Kalimat Paralel.
Kalimat yang efektif adalah kalimat yang tersusun secara paralel. Keparalelan itu tampak pada jenis kata yang digunakan sebagai suatu yang paralel dengan memiliki unsur atau jenis kata yang sama. Kesalahan dalam menggunakan paralelis kata akan menjadikan kalimat tersebut menjadi tidak efektif.
Contoh kalimat tidak efektif:
Kegiatan akhir dari percobaan itu adalah menyusun laporan, kelengkapan materi yang harus dilampirkan, penggambaran tahap-tahap kegiatan, dan simpulan hasil pengujian.
Ketidakefektifan kalimat tersebut, karena memfaralelkan jenis kata menyusun, dengan kelengkapan, penggambaran, dan simpulan. Kalimat tersebut memfaralelkan “kegiatan” sebagai verba, maka kata lainnya seharusnya menggunakan verba. Misalnya, kata menyusun seharusnya berfaralel dengan melampirkan (materi secara lengkap), menggambarkan (tahap-tahap kegiatan), dan menyimpulkan (hasil pengujian). Bandingkanlah dengan kalimat di bawah ini!
Kegiatan akhir dari percobaan itu adalah menyusun laporan, melampirkan materi secara lengkap, menggambarkan tahap-tahap kegiatan, dan menyimpulkan hasil pengujian.
3. Kalimat Hemat.
Kalimat yang efektif harus hemat. Kalimat hemat memiliki ciri kalimat yang menghindari pengulangan subjek, pleonasme, hiponimi, dan penjamakan kata yang sudah bermakna jamak.
Contoh kalimat tidak efektif:
Para menteri serentak berdiri, setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang ke acara itu.
Waktu tempuh yang digunakan hanya selama 45 menit saja untuk sampai ke daerah itu.
Air raksa ini harus dicampur dengan kain warna merah.
Banyak orang-orang yang tidak hadir pada pertemuan yang menghadirkan beberapa tokoh-tokoh terkemuka.
Kalimat pertama kurang efektif karena menggunakan subjek (kata para menteri) dengan subjek kedua (kata mereka). Kalimat kedua menggunakan kata bermakna sama, yaitu kata hanya dan saja. Kalimat ketiga kurang efektif karena menggunakan kata bermakna hiponimi, yaitu kata warna dan merah (merah merupakan salah satu warna, sehingga tidak perlu menggunakan kata warna). Kalimat keempat, menggunakan kata bermakna jamak secara berulang, yaitu kata banyak dan beberapa dengan pengulangan kata yang mengikutinya.
4. Kalimat Berpadu.
Kalimat yang berpadu adalah kalimat yang berisi kepaduan pernyataan. Kalimat yang tidak berpadu biasanya terjadi karena salah dalam menggunakan verba (kata kerja) atau preposisi (kata depan) secara tidak tepat.
Contoh kalimat tidak efektif:
Segala usulan yang disampaikan itu kami akan pertimbangkan.
Uraian pada bagian ini akan menyajikan tentang perkembangbiakan pohon aren.
Materi yang sudah diungkapkan daripada pembicara awal akan dibahas kembali pada pertemuan yang akan datang.
Penggunaan kata akan yang menyelip di antara subjek dengan predikat pada kalimat pertama menjadikan kalimat tersebut kurang padu. Demikian pula penggunaan kata tentang dan daripada setelah verba menjadikan kalimat tersebut kurang padu
5. Kalimat Logis.
Kalimat yang logis adalah kalimat yang dapat diterima oleh akal atau pikiran sehat. Biasanya ketidaklogisan kalimat terjadi karena pemilihan kata atau ejaan yang salah.
Contoh kalimat tidak efektif:
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran acara ini.
Untuk mempersingkat waktu, marilah kita bersama-sama mulai mengerjakan tugas tersebut.
Mayat wanita yang ditemukan di sungai itu sebelumnya sering mondar- mandir di daerah tersebut.
Pada kalimat pertama terkadung makna bahwa yang berbahagia adalah kesempatan, kecuali verbanya diganti dengan membahagiakan. Kalimat kedua memiliki makna yang tidak mungkin waktu dipersingkat, kecuali acara yang dipersingkat atau waktu yang dihemat. Kalimat ketiga menggunakan konstruksi kalimat yang kurang benar sehingga memunculkan makna yang kurang logis dan menakutkan.
6. Kontaminasi ==> merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
Contoh :
* diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
* memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
* sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah)
* saling memukul, pukul-memukul saling pukul-memukul (salah)
* Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
7. Pleonasme ==> berlebihan, tumpang tindih
Contoh :
* para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
* para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
* banyak siswa-siswa (banyak siswa)
* saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)
* agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
* disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
8. Tidak Memiliki Subjek.
Contoh :
* Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
* Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??
* Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
9. Adanya kata depan tidak perlu.
Contoh :
* Perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.
* Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
* Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
10. Salah Nalar.
Contoh :
* waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)
* Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
* Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
* Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
* Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
* Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
* Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
11. Kesalahan Pembentukan kata.
Contoh :
* mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
* menyetop seharusnya menstop
* mensoal seharusnya menyoal
* ilmiawan seharusnya ilmuwan
* sejarawan seharusnya ahli sejarah
12. Pengaruh bahasa asing.
Contoh :
* Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)
* Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
* Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
13. Pengaruh bahasa daerah.
Contoh :
* … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
* … oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
* Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
Daftar Pustaka
Baynham, Mike. (1995) Literacy Practices: Investigating Literacy in Social Contexts. London: Longman.
Keraf, Gorys (1983) Komposisi. Jakarta: Gramedia.
Rusyana, Yus (1984) Bahasa & Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro.

Sabtu, 13 November 2010

Teknik Konstruksi Sosro Bahu

Teknik Sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang dan ditemukan oleh Tjokorda Raka Sukawati. Dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, dan kemudian diputar 90° sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas di jalanan di bawahnya.
Teknik ini dianggap sangat membantu dalam membuat jalan layang di kota-kota besar yang jelas memiliki kendala yakni terbatasnya ruang kota yang diberikan, terutama saat pengerjaan konstruksi serta kegiatan pembangunan infrastrukturnya tidak boleh mengganggu kegiatan masyarakat kota khususnya arus lalu-lintas dan kendaraan yang tidak mungkin dihentikan hanya karena alasan pembangunan jalan.

Latar belakang

Pada tahun 1980-an, Jakarta yang memang sudah mengalami kendala kemacetan lalu lintas, banyak membangun jalan layang sebagai salah satu solusi meningkatkan infrastruktur lalu-lintas. Sebagai kontraktor saat itu, PT. Hutama Karya mendapatkan order membangun jalan raya di atas jalan by pass A. Yani di mana pembangunannya harus memastikan bahwa jalan itu harus tetap berfungsi.
Dengan permasalahan tersebut, para direksi Hutama Karya berdiskusi setelah mendapatkan order membangun jalan layang antara Cawang sampai Tanjung Priok sekitar tahun 1987. Persoalan rumit diurai, yang diperlukan untuk menyangga badan jalan itu adalah deretan tiang beton, satu-sama lain berjarak 30 meter, di atasnya membentang tiang beton selebar 22 meter. Batang vertikalnya (pier shaft) berbentuk segi enam bergaris tengah 4 meter, berdiri di jalur hijau. Hal ini tidak sulit, yang merepotkon adalah mengecor lengannya (pier head). Jika dengan cara konvensional, yang dilakukan adalah memasang besi penyangga (bekesting) di bawah bentangan lengan itu, tetapi bekesting itu akan menyumbat jalan raya di bawahnya. Cara lain adalah dengan bekesting gantung tetapi membutuhkan biaya lebih mahal.
Di tengah masalah itu, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan gagasan dengan membangun tiangnya dulu dan kemudian mengecor lengannya dalam posisi sejajar dengan jalur hijau, setelah itu diputar membentuk bahu. Hanya saja kendalanya adalah bagaimana cara memutarnya karena lengan itu nantinya seberat 480 ton.

Inspirasi dari Dongkrak Hidrolik Mobil


Ketika Tjokorda memperbaiki kendaraannya, hidung mobil Mercedes buatan 1974-nya diangkat dengan dongkrak sehingga dua roda belakang bertumpu di lantai yang licin karena ceceran tumpahan oli secara tidak sengaja. Begitu mobil itu tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu batang dongkrak. Satu hal yang ia catat, dalam ilmu fisika dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apa pun akan mudah digeser. Kejadian tadi memberikan inspirasi bahwa pompa hidrolik bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan yang licin, benda tersebut mudah digeser. Bayangan Tjokorda adalah menggeser lengan beton seberat 480 ton itu.
Kemudian Tjokorda membuat percobaan dengan membuat silinder bergaris tengah 20 cm yang dibuat sebagai dongkrak hidrolik dan ditindih beban beton seberat 80 ton. Hasilnya bisa diangkat dan dapat berputar sedikit tetapi tidak bisa turun ketika dilepas. Ternyata dongkrak tersebut miring posisinya. Tjokorda kemudian menyempurnakannya. Posisinya ditentukan persis di titik berat lengan beton di atasnya.
Untuk membuat rancangan yang pas, dasar utama Hukum Pascal yang menyatakan: "Bila zat cair pada ruang tertutup diberikan tekanan, maka tekanan akan diteruskan segala arah". Zat cair yang digunakan adalah minyak oli (minyak pelumas). Bila tekanan P dimasukkan dalam ruang seluas A, maka akan menimbulkan gaya (F) sebesar P dikalikan A. Rumus itu digabungkan dengan beberapa parameter dan memberikan nama Rumus Sukawati, sesuai namanya. Rumus ini orisinil idenya karena sampai saat itu belum ada buku yang membahasnya sebab memang tidak ada kebutuhannya.
Masalah lain yang muncul ada variabelnya yang mempengaruhinya, di antaranya adalah jenis minyak yang digunakan yang tidak boleh rusak kekentalannya (viskositas). Urusan minyak menjadi hal yang krusial karena minyak inilah yang meneruskan tekanan untuk mengangkat beton yang berat itu.


1. Bangun tiang jalan.


2. Lengan beton jalan dibangun di antara dua jalur jalan, sejajar dengan jalanan yang padat di bawahnya.

3. Lengan beton jalan diputar 90 derajat. Jalan layang pun kemudian dibangun di atas lengan ini.


Setelah semua selesai, Tjokorda mengerjakan rancangan finalnya yakni sebuah landasan putar untuk lengan beton yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LBPH). Bentuknya dua piringan (cakram) besi bergaris tengah 80 cm yang saling menangkup. Meski tebalnya 5 cm, piring dari besi cor FCD-50 itu mampu menahan beban 625 ton.
Ke dalam ruang di antara kedua piringan itu dipompakan minyak oli. Sebuah seal (penutup) karet menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak tak terdorong keluar, meski dalam tekanan tinggi. Lewat pipa kecil, minyak dalam tangkupan piring itu dihubungkan dengan sebuah pompoa hidrolik. Sistem hidrolik itu mampu mengangkat beban beban ketika diberikan tekanan 78 kg/cm2. Angka ini sebenarnya angka misteri bagi Tjokorda saat itu.
 

Uji coba langsung di lapangan

Secara teknik penemuan itu belum diuji coba karena waktu yang terbatas, namun ia yakin temuannya itu bisa bekerja. Tjokorda bahkan berani bertanggungjawab bila lengan beton jalan layang itu tidak bisa berputar.
Pada tanggal 27 Juli 1988 pukul 10 malam waktu setempat (Jakarta), pompa hidrolik dioperasikan hingga titik tekan 78 kg/cm2. Lengan pier head itu, meskipun bekesting-nya telah dilepas, mengambang di atas atap pier shaft lalu dengan dorongan ringan sedikit saja, lengan beton raksasa itu berputar 90 derajat.
Ketika pier shaft itu sudah dalam posisi sempurna, secara perlahan minyak dipompa keluar dan lengan beton itumerapat ke tiangnya. Sistem LPBH itu dimatikan sehingga perlu alat berat untuk menggesernya. Namun demikian karena khawatir kontruksi itu bergeser, Tjokorda memancang delapan batang besi berdiameter 3,6 cm untuk memaku pier head ke pier shaft lewat lubang yang telah disiapkan. Kemudian satu demi satu alat LBPH itu diterapkan pada kontruksi beton lengan jembatan layang yang lain.

Penamaan Sosrobahu dan pemberian paten

Pada pemasangan ke-85, awal November 1989, Presiden Soeharto ikut menyaksikannya dan memberi nama teknologi itu Sosrobahu yang diambil dari nama tokoh cerita sisipan Mahabharata. Sejak itu LBPH tersebut dikenal sebagai Teknologi Sosrobahu.
Temuan Tjokorda digunakan insinyur Amerika Serikat dalam membangun jembatan di Seattle. Mereka bahkan patuh pada tekanan minyak 78 kg/cm2 yang menurut Tjokorda adalah misteri ketika menemukan alat LBPH Sosrobahu itu. Tjokorda kemudian membangun laboratorium sendiri dan melakukan penelitian dan hasilnya berupa perhitungan susulan dengan angka teknis tekanan 78,05 kg/cm2, nyaris persis sama dengan angka wangsit yang diperolehnya sebelum itu.
Hak paten yang diterima adalah dari pemerintah Jepang, Malaysia, Filipina. Dari Indonesia, Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek mengeluarkan patennya pada tahun 1995 sedangkan Jepang memberinya pada tahun 1992. Saat ini teknologi Sosrobahu sudah diekspor ke Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu jalan layang terpanjang di Metro Manila, yakni ruas Vilamore-Bicutan adalah buah karya teknik ciptaan Tjokorda. Di Filipina teknologi Sosrobahu diterapkan untuk 298 tiang jalan. Sedangkan di Kuala Lumpur sebanyak 135. Saat teknologi Sosrobahu diterapkan di Filipina, Presiden Filipina Fidel Ramos berujar, "Inilah temuan Indonesia, sekaligus buah ciptaan putra ASEAN". Sementara Korea Selatan masih bersikeras ingin membeli hak patennya.
Teknologi Sosrobahu ini dikembangkan menjadi versi ke-2. Bila pada versi pertama memakai angker (jangkar) baja yang disusupkan ke beton, versi keduanya hanya memasang kupingan yang berlubang di tengah. Lebih sederhana dan bahkan hanya memerlukan waktu kurang lebih 45 menit dibandingkan dengan yang pertama membutuhkan waktu dua hari. Dalam hitungan eksak, konstruksi Sosrobahu akan bertahan hingga 100 tahun (1 abad).
Menurut Dr. Drajat Hoedajanto pakar struktur dari Institut Teknologi Bandung, Sosrobahu pada dasarnya hanya metode sangat sederhana untuk pelaksanaannya (memutar bahu lengan beton jalan layang). Sistem ini cocok dipakai pada elevated toll road (jalan tol layang dalam kota) yang biasanya mengalami kendala lalu lintas dibawahnya yang pada. Sosrobahu terbukti bermanfaat dalam proses pembangunan jalan layang, sangat aplikatif, teruji baik teknis dan ekonomis.

sumber :wikipedia.org

Jumat, 12 November 2010

UU dan PP TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG

Silahkan download dokumen-dokumen berikut (gratis):
I.  UU dan PP TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG:
  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
  2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri
  5. Keputusan Presiden No.63 Tahun 2003 tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional
  6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
  7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara
  8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung
  9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
  10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung
  11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
  12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
  13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
  14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
  15. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penatan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum tentang Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penatan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum
  16. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat)
  17. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP)
II. PEDOMAN, PANDUAN DAN PAKET INFORMASI TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN/PERBAIKAN GEDUNG TAHAN GEMPA, SERTA PENANGGULANGAN BENCANA:
  1. Direktorat Jenderal Cipta Karya – Departemen Pekerjaan Umum, 2006, Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa: Dilengkapi dengan Metode dan Cara Perbaikan Konstruksi
  2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2006 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Pasca Gempa Bumi Di Wilayah Provinsi D.I.Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah
  3. “Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat” Berisi keterangan yang jelas untuk Sebelum-Saat-dan Sesudah Bencana. Dibuat oleh Yayasan IDEP
  4. Paket Informasi Rumah Aman Gempa “BUKAN GEMPANYA TAPI BANGUNANNYA”
  5. Konsep Atap Dulu: Solusi Menuju Rumah Tahan Gempa Yang Lebih Baik (USAID, IOM, UNDP, Pemda Prov. DIY)
  6. Robin D Willison UNDP Indonesia, 2006, Handbook on Good Building Design and Construction Central Jawa
  7. Poster-Persyaratan minimal bangunan tembokan bata/batako tahan gempa.
  8. Poster-Persyaratan minimal bangunan papan kayu tahan gempa
  9. Poster-Persyaratan minimal bangunan tembokan bata/batako tahan gempa dengan perkuatan kayu
  10. Panduan-Cara memperbaiki bangunan yang rusak akibat gempa
  11. Panduan kecil untuk lokasi bencana Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM), Dibuat oleh Yayasan IDEP.
  12. “Gempa Bumi” Sebuah cerita tentang masyarakat yang tidak mempunyai rencana saat menghadapi bencana gempa bumi, Dibuat oleh Yayasan IDEP
  13. Profil BNPB – Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Indonesia
  14. PRINSIP-PRINSIP PANDUAN BAGI PENGUNGSIAN INTERNAL – OCHA Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan

Pondasi Cakar AyamPondasi : SISTEM CAKAR AYAM Lahir di Ancol



pondasi-catg.jpgPeranan pondasi turut menentukan usia dan ke stabilan suatu konstruksi bangunannya. Dalam dekade terakhir ini sistem pondasi telah berkembang dengan bermacam variasi. Tapi hanya sedikit yang menampil kan sistem pondasi untuk mengatasi masalah membangun konstruksi di atas tanah lembek.
Sistem pondasi yang konvensional, cenderung hanya di sesuaikan dengan besarnya beban yang harus didukung, tapi kurang mempertimbangkan kondisi tanah lembek. Akibatnya, bangunan itu mengalami penyusutan usia atau ketidakstabilan, seperti penurunan, condong, bahkan roboh. Hal itu tentu merugikan pemilik dan kontraktor bersangkutan.
Perlakuan yang seimbang antara beban dan kondisi tanah lembek perlu dipecahkan. Problema ini pernah dihadapi oleh Prof Dr Ir Sedijatmo tahun 1961, ketika sebagai pejabat PLN harus mendirikan 7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta.
Dengan susah payah, 2 menara berhasil didirikan dengan sistem pondasi konvensional, sedangkan sisa yang 5 lagi masih terbengkelai. Menara ini untuk menyalurkan listrik dan pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan dimana akan diselenggarakan pesta olah raga Asian Games 1962.
Karena waktunya sangat mendesak, sedangkan sistem pondasi konvensional sangat sukar diterapkan di rawa-rawa tersebut, maka dicarilah sistem baru untuk mengatasi masalah itu. Lahirlah ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu melekat secara monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara meyakinkan.
Oleh Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam. Perhitungan yang dipakai saat itu (1961), masih kasar dengan dimensi 2,5 kali lebih besar dibanding dengan sistem pondasi cakar ayam yang diterapkan sekarang. Meski begitu, ternyata biayanya lebih murah dan waktunya lebih cepat daripada menggunakan tiang pancang biasa. Menara tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan tetap kokoh berdiri di daerah Ancol yang sekarang sudah menjadi ka wasan industri.
Dasar pemikiran.
Pondasi cakar ayam terdiri dan plat beton bertulang dengan ketebalan 10-15 cm, tergantung dari jenis konstruksi dan keadaan tanah di bawahnya.
Di bawah plat beton dibuat sumuran pipa-pipa dengan jarak sumbu antara 2-3 m. Diameter pipa 1,20 m, tebal 8 cm, dan panjangnya tergantung dari beban di atas plat serta kondisi tanahnya. Untuk pipa dipakai tulangan tunggal, sedangkan untuk plat dipakai tulangan ganda.
“Sistem pondasi ini bisa diterapkan pada tanah lunak maupun tanah keras. Tapi menurut pengalaman, lebih ekonomis bila diterapkan atas tanah yang berdaya dukung 1,5 sampai 4 ton per meter persegi.
Dasar pemikiran Iahirnya pondasi cakar ayam ialah memanfaatkan tekanan tanah pasif, yang pada sistem pondasi lain tak pernah dihiraukan. Plat beton yang tipis itu akan mengambang di permukaan tanah, sedangkan kekakuan plat ini dipertahankan oleh pipa-pipa yang tetap berdiri akibat tekanan tanah pasif. Dengan demikian maka plat dan konstruksi di atasnya tidak mudah bengkok.
Pada sistem pondasi lain, yang menggunakan plat beton dengan balok pengaku, maka kekakuan itu berasal dan konstruksinya sendiri. Sedangkan pada sistem pondasi cakar ayam, kekakuan didapat dari tekanan tanah pasif. ini berarti dengan daya dukung yang sama, volume beton pada cakar ayam akan berkurang, dan konstruksinya bisa lebih ekonomis.
Telapak beton
Telapak beton, pada pondasi cakar ayam sangat baik untuk beban yang merata. Sistem pondasi ini mampu mendukung beban 500-600 ton per kolom. Dalam hal ini, di bagian bawah kolom dibuatkan suatu telapak beton, untuk mengurangi tegangan geser pada plat beton.
Jika beban itu terpusat, maka tebal plat beton di bawah pusat beban ditentukan oleh besarnya daya geser, bukan oleh besarnya momen, untuk ini dilakukan penambahan pertebalan plat beton dibawah kolom bersangkutan.
Paten
pondasi-cabg.jpgSistem pondàsi cakar ayam sangat sederhana, hingga cocok sekali diterapkan di daerah dimana peralatan modern dan tenaga ahli sukar didapat. Sampai batas-batas tertentu, sistern ini dapat menggantikan pondasi tiang pancang. Untuk gedung berlantai 3-4 misalnya, sistem cakar ayam biayanya akan sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.
Makin panjang tiang pancang yang dipakai, makin besar biayanya. Apalagi jika alat pemancangan dan tenaga ahli harus didatangkan dari tempat lain. Dengan kemampuan yang sama, sistem cakar ayam dapat menghemat biaya sampai 30%.
Pelaksanaan sistem ini dapat dilakukan secara simultan, tanpa harus bergiliran. Misalnya sebagai pondasi menara, dapat dikerjakan dalam jumlah banyak secara bersamaan. Seluruh sumuran beton dicetak dengan cetakan biasa di lokasi proyek, sesuai dengan standar. Karena itu sistem ini sangat menghemat waktu.
Bagi daerah yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu keuntungan lagi, sistem ini tidak memerlukan sistem drainasi dan sambungan kembang susut.
Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini, antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune di Samarinda, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota.
Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah mendapat pengakuan paten internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark. [Teknologi, No.6, Th.I, Jan-Feb.1987]